Langsung ke konten utama

Postingan

Kencing Di Tempat

Selalu saja yang menarik bagi manusia yang hidup di zaman modern ini tidak lain tidak bukan adalah cara menumpuk harta. Saya tidak tahu mau kemana lagi supaya tidak mendengar pembicaraan yang berlebihan tentang ketakjuban-ketakjuban yang luar biasa tentang penumpukan-penumpukan harta. “Dia luar biasa ya, padahal berasal dari keluarga yang kekurangan sekarang bisa jadi kaya”. “Dia luar biasa ya, padahal dulu tidak bisa baca tulis sekarang hidup enak, punya rumah bagus, mobil, pokoknya lengkap”. “Dia hebat ya, padahal ini ..... padahal itu .....   Menurut apa yang saya alami tidak ada obrolan yang lebih menarik dari penumpukan harta. Membicarakan pertanian ujung-ujungnya adalah hasil penjualan hasil pertaniannya. Membicarakan peternakan ujung-ujungnya adalah hasil penjualan hewan ternaknya. Membicarakan pekerjaan ujung-ujungnya adalah nominal gajinya. Rasa-rasanya kok tidak ada yang dianggap penting lagi oleh manusia selain pembicaraan perihal penumpukan harta.   Hal ini secara tidak
Postingan terbaru

Menikmati Kehancuran

Sebegitu yakinnya manusia dengan benda-benda, sehingga ia berjuang mati-matian untuk mencapai pencapaian yang bersifat benda, dapat dirasakan oleh pancaindera atau kalau tidak, secara kuantitatif jelas perhitungannya. Padahal manusia mengerti tentang apa yang dia lihat pun tidak terletak pada bendanya, tetapi di pikirannya. Benda hanya sekedar pintu masuk untuk mengerti.   Pengklasifikasian supaya mempermudah manusia untuk membedakan fungsi juga bagian dari yang tidak kasat mata. Itu ghaib. Apalagi proses yang titik beratnya pada fungsi pun tidak menjamin hasilnya sesuai dengan apa yang diinginkan. Segala yang terlihat kasat mata substansinya terletak pada wilayah ghaib yang sebenarnya tidak bisa dirumuskan oleh manusia.   Entah apa yang membuat manusia mengalami kemunduran-kemunduran. Selain berkaitan dengan keghaiban tersebut, sudah sangat lama manusia mengerti bahwa kehidupan yang ia jalani saat ini bukanlah tujuan. Kehidupan saat ini hanyalah proses menuju kehidupan lain yang m

Menikmati Kepura-puraan

Untuk menjaga keseimbangan sosial manusia dianjurkan untuk saling berprasangka baik satu sama lain. Apabila dilihat dari berbagai peristiwa kehidupan yang ada hal tersebut adalah cara yang efektif mengingat bahwa konflik datangnya dari rasa benci. Rasa benci salah satu penyebabnya adalah prasangka buruk. Namun, di sisi lain kritis terhadap hal-hal yang buruk juga berfungsi sebagai pembelajaran. Bukan untuk berprasangka dan menanam kebencian. Tetapi sebagai proses dialektis saja, supaya pandangan hidup semakin luas. Sehingga tidak membuat manusia terjebak kepada keadaan hitam – putih saja. Hal tersebutlah salah satu hal yang melandasi adanya tulisan ini. Saya akan membicarakan tentang suatu keadaan di masyarakat. Tetapi, untuk mempertegas saja, sama sekali bukan bertujuan untuk menanam kebencian terhadap apapun. Sekedar dialektika untuk menemukan ilmu, hikmah yang disebar langsung oleh-Nya dalam berbagai wilayah kehidupan. Desa, di satu sisi adalah gambaran tentang kokohnya s

Kiamat Kemanusiaan

Salah satu keniscayaan yang dibuat oleh Tuhan adalah presisi. Apa saja yang ia buat pasti memiliki titik akurasi presisi yang benar-benar tepat. Bentuk manusia, bentuk pohon, garis edar bulan, garis edar planet-planet, detak jantung, aliran darah. Semua hal tersebut jika sesekali saja tidak presisi akan berjalan tidak semestinya. Maka, presisi adalah suatu keniscayaan hidup. Jika manusia hidupnya mau beres apapun saja yang dilakukannya harus presisi.  Presisi ini berbeda dengan akal. Kalau akal lebih kepada alat untuk memahami, mencipta, menginovasi berbagai hal. Kalau presisi bukanlah sesuatu hal yang bisa dimiliki dengan cara dilatih. Ibaratnya akal ini rahman, semua manusia pasti mendapatkan anugerah-Nya. Kalau presisi itu rahim, anugerah khusus yang diberikan Tuhan kepada manusia-manusia tertentu. Artinya, untuk bisa mendapatkan anugerah presisi kita harus mendekat kepada Tuhan. Kalau memang kita dikehendaki mendapatkan anugerah presisi tersebut maka Tuhan akan memberikann

Menunggu Kesudahan

Kalau segelintir orang menyengaja berbuat sesuatu tanpa mempertimbangkan apakah dampak negatifnya berpengaruh bagi banyak orang atau tidak berarti hatinya telah membatu dengan sangat keras. Yang ia pedulikan adalah dirinya sendiri. Kemudian, apabila perbuatannya telah terbukti merugikan banyak orang yang skalanya luar biasa besar tetapi ia tidak merasa bersalah berarti batu hatinya semakin keras. Yang penting “aku” untung, tidak peduli orang lain mau mati, mau menderita, mau sengsara.  Saya tidak tahu, apakah ini yang sedang terjadi di dunia ini. Baik dalam skala lokal, nasional maupun internasional. Kalau iya, inilah puncak dari kesombongan manusia sekaligus puncak kepengecutan manusia. Puncak kesombongan karena manusia semakin tidak sadar bahwa sombong itu tidak benar, tidak baik, tidak indah. Sehingga ia terus memperbaharui tata cara untuk mengimplementasikan kesombongannya supaya semakin canggih, semakin canggih dan semakin canggih. Semakin halus, semakin halus dan semakin h

Di Dunia Kaya Raya, Mati Masuk Surga

Allah itu tidak perlu dibesar-besarkan sudah Maha Lebih Besar. Juga tidak perlu didramatisasi, karena memang sudah seperti itu. Dia juga tidak laba ataupun rugi atas apa saja yang dilakukan oleh manusia. Kalaupun manusia memuji seharusnya dengan kesadaran bahwa ia benar-benar takjub yang proses awalnya melalui penghayatan. Bukan sekedar kata-kata yang keluar dari mulut. Apalagi tujuannya adalah eksploitasi, manipulasi kata-kata hanya untuk   sekedar melakukan pencitraan, mobilisasi masa untuk kepentingan golongan atau apalah yang orientasinya bersifat duniawi.  Kalau kita melihat keadaan sekarang-sekarang ini kita menemui bahwa Allah beserta firman-firman-Nya hanya diposisikan manusia sebagai puncak keserakahannya. Berbondong-bondong manusia menahan untuk tidak melakukan ini, itu di dunia karena ia mengharapkannya untuk bisa melakukannya di surga kelak dengan proporsi tak terhingga. Imajinasi akan surga hanyalah sebatas imajinasi keduniaan yang dihilangkan batas-batasnya. Diam-di

Sinau Pasrah (Perenungan Idul Fitri 6)

Pasrah adalah sesuatu yang secara sekilas terlihat sepele. Dianggapnya pasrah itu sama dengan tidak melakukan apa-apa. Sama dengan putus asa. Pasarah sangat berbeda sekali dengan itu semua. Pasrah merupakan kunci utama perhubungan antara manusia dengan Allah. Pasrah kepada Allah adalah menyerah total kepada Allah. Mengikuti apapun saja yang menjadi kehendaknya atas diciptakannya diri kita. Untuk mengetahui apa yang menjadi maunya Allah atas diciptakannya diri kita adalah mendekat kepada-Nya. Allah itu sudah melimpahkan berbagai kenikmatan kepada manusia. Juga kepercayaan yang penuh kepada manusia, sehingga manusia diberi akal. Tidak ada makhluk lain yang diberi anugerah berupa akal selain manusia. Dalam perhubungannya dengan Allah manusialah yang bermasalah. Permasalahan yang terkesan sombong tetapi agak menggelikan. Seringkali manusia yang tidak percaya kepada Allah. Sombong, karena makhluk yang tidak ada sebesar proton apabila dibandingkan dengan Allah ini kok bisa-bisanya m