Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari Juli, 2017

Di Dunia Kaya Raya, Mati Masuk Surga

Allah itu tidak perlu dibesar-besarkan sudah Maha Lebih Besar. Juga tidak perlu didramatisasi, karena memang sudah seperti itu. Dia juga tidak laba ataupun rugi atas apa saja yang dilakukan oleh manusia. Kalaupun manusia memuji seharusnya dengan kesadaran bahwa ia benar-benar takjub yang proses awalnya melalui penghayatan. Bukan sekedar kata-kata yang keluar dari mulut. Apalagi tujuannya adalah eksploitasi, manipulasi kata-kata hanya untuk   sekedar melakukan pencitraan, mobilisasi masa untuk kepentingan golongan atau apalah yang orientasinya bersifat duniawi.  Kalau kita melihat keadaan sekarang-sekarang ini kita menemui bahwa Allah beserta firman-firman-Nya hanya diposisikan manusia sebagai puncak keserakahannya. Berbondong-bondong manusia menahan untuk tidak melakukan ini, itu di dunia karena ia mengharapkannya untuk bisa melakukannya di surga kelak dengan proporsi tak terhingga. Imajinasi akan surga hanyalah sebatas imajinasi keduniaan yang dihilangkan batas-batasnya. Diam-di

Sinau Pasrah (Perenungan Idul Fitri 6)

Pasrah adalah sesuatu yang secara sekilas terlihat sepele. Dianggapnya pasrah itu sama dengan tidak melakukan apa-apa. Sama dengan putus asa. Pasarah sangat berbeda sekali dengan itu semua. Pasrah merupakan kunci utama perhubungan antara manusia dengan Allah. Pasrah kepada Allah adalah menyerah total kepada Allah. Mengikuti apapun saja yang menjadi kehendaknya atas diciptakannya diri kita. Untuk mengetahui apa yang menjadi maunya Allah atas diciptakannya diri kita adalah mendekat kepada-Nya. Allah itu sudah melimpahkan berbagai kenikmatan kepada manusia. Juga kepercayaan yang penuh kepada manusia, sehingga manusia diberi akal. Tidak ada makhluk lain yang diberi anugerah berupa akal selain manusia. Dalam perhubungannya dengan Allah manusialah yang bermasalah. Permasalahan yang terkesan sombong tetapi agak menggelikan. Seringkali manusia yang tidak percaya kepada Allah. Sombong, karena makhluk yang tidak ada sebesar proton apabila dibandingkan dengan Allah ini kok bisa-bisanya m

Mugo-mugo Iso Dadi Uwong Le ..... (Semoga Bisa Menjadi Orang Nak .....) (Perenungan Idul Fitri 5)

Bagi manusia yang berusaha menjadi manusia kelihatannya berbagai pola, cara, suasana dan nuansa kehidupan yang disepakati oleh mayoritas manusia saat ini semakin bikin tidak betah. Apalagi bagi yang berusaha menjadi hamba Allah. Apalagi bagi yang berusaha menjadi wakil Allah di bumi sebagai pengelola kehidupan. Sangat-sangat sulit, seakan – akan mendaki tangga sangat panjang yang tak kunjung pernah tahun ujungnya dimana. Sejenak ambillah jarak dengan kehidupanmu. Tanggalkan identitas yang menempel dalam dirimu. Tanggalkan berbagai reputasi yang disematkan masyarakat dalam dirimu. Jadilah manusia, kemudian lihat di sekelilingmu. Lihatlah berita di televis, di internet. Engkau akan menemui bahwa manusia semakin tidak menjadi manusia. Mereka adalah keinginan-keinginan, syahwat-syahwat, nafsu-nafsu yang mereka tempelkan pada dirinya. Celakanya adalah apa yang mereka yakini harus juga diyakini orang lain. Sehingga, orang tua-tua (bukan sepuh, karena sepuh tidak sama dengan tua secara

Benturan Kebenaran (Perenungan Idul Fitri 4)

Jika lingkungan sekitarmu terkena efek dari merebaknya materialisme, kapitalisme, industrialisme kemudian keluarga, tetangga, sanak saudara setiap hari membicarakan penumpukan-penumpukan uang, kepemilikan-kepemilikan benda-benda, karir hidup yang materi sentris, membuat klasifikasi hitam putih seperti kaya-miskin, pintar bodoh atau mungkin kafir-muslim sehingga dengan mudah memberikan cap-cap kepada orang-orang dengan klasifikasi tersebut dan engkau mempunyai pengertian berbeda tentang hidup yang berlawanan kutub dengan materialisme, kapitalisme, industrialisme apakah yang akan engkau lakukan, tetap teguh dengan pendirianmu atau terseret arus di lingkungan sekitarmu. Apakah ketidaksetujuan terhadap lingkungan sekitarmu yang membuat dirimu gerah, pusing, tidak betah hidup akan tetap engkau pertahankan. Apa keputusanmu, tetap berusaha bergaul di lingkungan sekitarmu atau menjauhinya. Baiklah, engkau mencoba menahan berbagai benturan perasaan yang membuat hidupmu tidak betah kemudian en