Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari Maret, 2017

Sesuai Keinginan-Nya

Kalau manusia menganggap bahwa dirinya adalah makhluk independen tak berhubungan dengan Tuhan atau dalam prinsip hidupnya tidak menganggap ada yang maha maka hal tersebut adalah suatu kemunduran bagi manusia. Jika manusia menganggap bahwa kemajuan peradaban hanya sekedar perubahan bentuk dari sesuatu yang dianggap kuno ke suatu yang dianggap futuristik maka manusia juga mengalami kemunduran peradaban. Apabila beradab hanya dianggap perubahan kepemilikan, misalnya dulu hanya punya sepeda, sekarang punya mobil, berarti semakin menegaskan bahwa manusia benar-benar mengalami penurunan kemampuan dalam memandang sesuatu. Kelihatannya zaman ini benar-benar menegaskan tanda-tanda itu. Populernya budaya tonton. Populernya sosmed yang berbasis foto video. Populernya budaya instan. Semakin cintanya manusia dengan kegemerlapan dunia sehingga waktunya benar-benar dihabiskan untuk mengejar kepemilikan-kepemilikan materi. Semakin didukungnya ketidakterbatasan ego. Sudah sangat menunjukkan tand

Mengajak Tuhan Berunding

Langkah perjuangan orang-orang di negeri ini menjadi begitu tersendat. Pertama, karena jenis penindasannya begitu samar. Peta sosial, budaya, politik, ekonomi, hukum disetting sedemikian rupa supaya terkondisikan langkah-langkah penindasan terselubungnya. Seperti tidak ada serangan, tetapi tiba-tiba saja tangan tergores pedang. Kedua, karena penumpulan logika sehingga cara pandang menjadi tidak tajam. Tolok ukur segala jenis keberhasilan adalah materialisme. Apabila wilayah materi sudah tercukupi dengan indikasi organ fisik dapat dipuaskan akan memungkinkan seseorang menjadi malas berpikir. Keadaan penindasan yang begitu samar menjadi tak terbersit sedikitpun dalam pikiran manusia. Manusia dimasukkan ke dalam lubang hedonisme. Tengok kanan hedonisme. Tengok kiri hedonisme. Ketiga, trauma sejarah. Bangsa ini mempunyai momentum-momentum bersejarah yang bertujuan untuk memberikan perubahan-perubahan ke arah lebih baik. Tetapi, kenyataan menunjukkan bahwa proses-proses yang terjadi di

Menikmati Keintiman dengan Sang Waktu (Bagian 4)

Waktu dan Shirotol Mustaqim Setiap manusia dalam satu hari saja memiliki dinamika siklus waktu yang berbeda-beda. Misalnya hubungan antara waktu dengan semangat. Dalam waktu 24 jam, berapa jam manusia konsisten untuk tetap semangat menjalani kehidupan. Seringkali ketika lelah, semangat-semangat hidup itu luntur begitu saja dan sering juga timbul pernyataan-pernyataan dalam hati yang sifatnya pesimis. Kemudian berapa jam jarak antara semangat dan tidak semangat. Atau, hubungan antara waktu dengan ketauhidan. Dalam waktu 24 jam berapa jam manusia dapat memelihara tegaknya garis tauhid dalam kehidupannya. Seringkali ketika manusia sudah berhadap-hadapan dengan materi bengkok garis tauhidnya. Berapa jam jarak antara tegaknya garis tauhid dengan kemungkinan untuk menjadi bengkok. Pengetahuan-pengetahuan semacam itu sangat penting. Pengetahuan itu dapat membantu manusia memberikan self treatment untuk menepis kemungkinan-kemungkinan belok dari shirotol mustaqim . Secara umum selain

Menikmati Keintiman dengan Sang Waktu (Bagian 3)

Karakter Garis Nasib Setiap manusia diberi karakter garis nasib yang berbeda-beda. Adanya karakter garis nasib inilah yang membuat dinamika siklus waktu antar manusia dengan manusia lain beragam. Tidak ada satupun yang sama. Sebagaimana tidak ada satupun sidik jari yang sama. Tuhan dalam wahyu pertamanya menyuruh manusia untuk membaca, “Iqra”, kata Tuhan. Dan Tuhan tidak hanya menyuruh tanpa memberikan fasilitas yang memadai. Fasilitas tersebut adalah akal. Dengan akal dan legitimasi dari Tuhan untuk belajar melalui wahyu “iqra” itulah manusia diperkenankan untuk menganalisis kehidupannya yang salah satu unsurnya adalah dinamika siklus waktu yang sifatnya spesial bagi setiap individu. Di dalam dinamika siklus waktu itu terdapat rasa, nuansa serta gejala-gejala yang berbeda-beda bagi setiap manusia. Dan itu berhubungan dengan pola komunikasi Tuhan dengan manusia itu sendiri. Dalam islam manusia diberi sebuah anugerah untuk mengenali siklus-siklus waktu secara umum namun

Menikmati Keintiman dengan Sang Waktu (Bagian 2)

Waktu Adalah Misteri  Selain Tuhan, waktu adalah misteri yang mungkin sampai kapanpun akan sulit dipecahkan. Karena begitu misteriusnya, menimbulkan ketertarikan bagi manusia untuk memanjakan sisi imajinatifnya. Misal, manusia berimajinasi tentang mesin waktu yang bisa membawa manusia secara materi ke masa lalu atau ke masa depan.   Sebenarnya tanpa mesin waktu secara fisikpun manusia sudah memiliki mesin waktu sendiri. Mesin waktu tersebut berupa akal. Dengan akal itulah manusia bisa berdialektika dengan masa lalu untuk tujuan masa depan. Tetapi halusinasi akan keberhentian waktu itu membuat manusia merasa optimis bisa membawa fisik manusia ke masa lalu dan menikmati masa tersebut. Inilah peradaban materialisme. Segala hal harus harus berupa fisik, jasmaniah.     Manusia juga bisa berdialektika dengan gejala-gejala yang bertujuan untuk masa depan menggunakan akal. Dapat mempertimbangkan gejala-gejala masa sekarang dan akibatnya bagi masa depan. Dan bagi manusia yang dianugerahi

Menikmati Keintiman dengan Sang Waktu (Bagian 1)

Hidup adalah perjalanan. Suatu perjalanan mempunyai dua unsur utama, pertama subyek yang berjalan, kedua jalan sebagai media untuk berjalan. Dalam kehidupan ada jalan yang   konteksnya di dalam ruang dan jalan yang konteksnya berupa waktu. Jalan dalam konteks ruang adalah jalanan fisik. Terlihat jelas oleh mata, lebar, panjang, lika-liku, kerataannya. Terasa dikulit apabila diraba menggunakan telapan kaki atau telapak tangan. Terdengar suara apabila kaki dihentakkan ke jalan tersebut. Jalan dalam konteks waktu tidak kasat mata, tidak bisa diraba dengan telapak tangan, juga tidak ada media fisiknya jika kaki akan dihentakkan ke jalan tersebut. Hanya diberi tanda-tanda bahwa waktu terus berjalan. Tanda-tanda tersebut berupa siang-malam, posisi matahari, posisi bulan, musim, perubahan bentuk fisik. Manusia hanya mampu berdaulat terhadap jalan dalam konteks ruang. Bisa berhenti, maju, mundur atau memilih jalan lain. Dan tidak berdaulat sedikitpun dengan jalan dalam konteks waktu. Hanya ter

Persatuan “Mulut Terpeleset”

Ribuan orang berjubel memadati jakarta. Juga, ribuan orang yang ada di beberapa daerah lain di Indonesia. Dari gambar yang di shoot melalui kamera yang terpasang di drone-drone terlihat kompak ribuan orang yang berjubel tersebut. Memakai kostum putih-putih dan membuat barisan rapi.   Terpesetnya mulut seorang pemimpin menyulut persatuan umat I slam. Sehingga tercipta sebuah kombinasi angka yang bagus bak nomor seluler yang cantik, 411 dan 212. Momentum persatuan, itulah yang saya tangkap dari peristiwa tersebut. Inilah yang harus dilestarikan. Inilah yang harus kembali digalakkan. Bukan hal yang mustahil jika seluruh bangsa Indonesia menjadi seperti yang dicita-citakan dalam pancasila. Bersatu, bersatu dan bersatu.   Berbagai masalah yang terjadi di negeri ini banyak diperparah dengan perpecahan. Bahkan para pemimpin sering mencontohkan sesuatu yang menunjukkan ketidakbersatuan. Coba kita tengok kembali dua tahun yang lalu. Juga dua tahun berproses dimulai dari dua tahun yang la

Sama Saja

Sampai sekarang di Negara ini keberhasilan kepemimpinan indikatornya adalah pembangunan infrastruktur. Apabila dalam suatu kepemimpinan pembangunan infrastrukturnya bagus kepemimpinan dianggap berhasil. Jika tidak maka dianggap kurang berhasil. Di   wilayah kepemimpinan manapun. Mulai dari dukuh-presiden. Mulai dari kepala sekolah SD sampai rektor.   Selain infrastruktur juga sesuatu yang bersifat materi sentris. Misalnya, dana yang besar untuk lingkup pemerintahan tertentu, dana-dana bantuan (padahal milik rakyat sendiri tapi pemerintah merasa membantu) yang bersifat materi, seperti pemberian uang, beras.   Memang tidak salah target seorang pemimpin fokus pada wilayah infrastruktur. Juga tidak bisa kita pungkiri bahwa infrastruktur adalah fasilitas penting untuk mencapai tujuan.   Namun, apakah yang terjadi hari-hari ini adalah pembangunan infrastruktur dengan tujuan menciptakan fasilitas-fasilitas pendukung dan memudahkan untuk mencapai tujuan. Atau hanya sebatas kedok untuk me