Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari Maret, 2016

Gamang Sepanjang Hidup

Iqro' (bacalah) adalah kata pertama yang didengar oleh Rasulullah SAW dari penyampai pesan Allah, yaitu Malaikat Jibril. Begitu pentingnya kata itu, sehingga harus disampaikan pertama kali. Mendahului kata yang berfungsi untuk mengenalkan diri Allah sendiri. Apakah itu Allah, Ar-rahman, Ar-rahim atau nama-nama Allah yang lain. Namun, kata yang sangat penting itu sudah mulai diabaikan. Kata itu kini terletak di bagian dasar tumpukan-tumpukan kata yang dikoleksi oleh manusia. Masih kalah dengan kata harta, tahta, wanita. Bacalah merupakan sebuah kata perintah. Maksudnya disuruh untuk membaca, melakukan suatu aktivitas baca. Aktivitas baca adalah suatu proses belajar. Karena iqro itu sudah mulai diabaikan, belajar itu sudah mulai ditinggalkan, orang tahunya membaca itu ya menghadap sebuah tulisan, belajar itu ya di sekolah atau sebuah institusi pendidikan atau menghafal materi yang diberikan disekolah maupun institusi pendidikan lain yang fungsinya seperti sekolah.    Penyemp

Lemah tidak Terkira

Diantara banyak bebatuan, pasti ada satu atau beberapa batu yang istimewa. Begitu juga diantara banyak manusia ada manusia-manusia yang istimewa. Manusia-manusia istimewa ini yang seringkali menjadi pembeda. Ia bisa memotivasi, mengoordinir, mengorganisir manusia-manusia lain untuk menuju kebaikan.  Bukan sebuah rahasia lagi apabila terjadi pengkultusan-pengkultusan terhadap manusia-manusia istimewa tersebut.   Banyak sekali kisah-kisah dalam sejarah umat manusia yang dipenuhi dengan nuansa pengkultusan, sampai-sampai manusia yang dikultuskan itu dianggap setara dengan Tuhan. Naluri untuk kagum dengan manusia istimewa, kalau sekarang ada yang menyebutnya sebagai tokoh, secara tidak langsung diwariskan secara turun-temurun. Efeknya adalah banyak sekali peristiwa sejarah yang terjadi karena hilangnya sosok-sosok istimewa. Entah itu kemunduran kerajaan, goyahnya tatanan sosial-politik. Biasanya karena penerusnya tidak sekharismatik pendahulunya. Naluri itu membawa manusia kepada pe

Mohon Maaf yang Sebesar-besarnya

Kalau tiba-tiba saja engkau suntuk dengan hiruk pikuk dunia, apa yang engkau lakukan ? merintihkah, curhatkah atau apa. Kalau merintih kepada siapa, kalau curhat kepada siapa. Kepada sahabat-sahabatmu. Kepada keluarga-keluargamu atau kepada siapa. Siapa yang sanggup mencurahkan seluruh hatinya, dirinya untuk dirimu. Bolehlah, Engkau jawab Tuhan. Kemudian, jika itu semua sudah sembuh, engkau tidak lagi ingin merintih, engkau tidak lagi   ingin curhat, hatimu kembali mendapatkan asupan energi, apakah ingatanmu tentang Tuhan masih sama ketika Engkau sedang merintih ? pada keadaan ini mana yang akan engkau ingat, sahabat-sahabatmu, keluarga-keluargamu, rekan kerjamu, atau Tuhanmu. Mungkin diantara Engkau sekalian ada yang menjawab Tuhan. Mungkin juga diantara Engkau sekalian ada yang menjawab Tuhan, tetapi hatimu cemas. Atau ada yang menjawab selain Tuhan dengan cengengesan . Atau masih banyak lagi kemungkinan-kemungkina yang lain. Tetapi kok kelihatannya agak sulit ya,

Berteriak ! Tak Kunjung Mampu (Seri Negeri Nyi Roro Kidul 1)

Jangan heran jika engkau kuajak untuk masuk   ke negeriku. Negeriku adalah negeri yang dipimpin oleh Nyi Roro Kidul. Sudah lama beliau tidak menampakkan diri. Beliau bersembunyi sudah cukup lama. Para abdinya sangat loyal kepadanya. Walaupun mereka sudah lama tidak melihat pemimpinnya, nilai-nilai yang dibawa beliau selalu mereka junjung dengan sangat tinggi. Mereka bawa kemana-mana. Begitu setianya mereka. Aku berasal dari negeri antah brantah. Aku memasuki negeri pimpinan Nyi Roro Kidul ini juga bukan karena keinginanku. Entah kenapa, kakiku ini seperti melangkah sendiri, tanpa aku sadar akan tujuan dari langkah-langkah kakiku. Awalnya alasan dari langkah kakiku ini adalah sebuah kabar yang aku dengar tentang sebuah negeri yang penduduknya memiliki nilai-nilai kehidupan yang begitu arif. Aku ingin mempelajarinya, supaya aku tidak kebingungan untuk menentukan langkah-langkah kehidupan. Aku hanya mengikuti naluriku saja. Ketika kuikuti naluriku, tanpa sadar aku memasuki negeri y

Beruntung, Celaka

Beruntunglah dusun yang masih benar-benar dusun, desa yang masih benar-benar desa, kecamatan yang masih benar-benar kecamatan. Dimana masyarakatnya selalu rukun, aman, tentram, damai, tak lelah untuk bergotong-royong dan tak mau menyakiti hati tetangganya. Celakalah dusun, desa dan kecamatan jika para pemudanya sibuk kuliah, tidak mau ke sawah, alergi dengan padi dan hanya memikirkan masa depan pribadi. Jika orang-orang dewasanya serakah memikirkan kepentingan pribadi karena hanya tahu kenyamanan hidup itu berasal dari materi, sehingga tak segan-segan ia untuk menyakiti tetangganya yang buka warung dengan berhutang dan tidak pernah membayar, menjual beras mengurangi timbangannya, mau bergotong royong jika mendapat upah. Jika para orang tuanya terlanjur buruk perangainya, sehingga merepotkan anak cucunya. Jika para dukuh, lurah dan camatnya hanya memikirkan keuntungan pribadi sehingga hobinya memangkas-mangkas dana desa untuk dimasukkan ke saku celana dan bajunya. Kalau parag

Lebih Tuhan Mana ?

Kalau ada orang bertemu kawan lama mengatakan, “wah sudah sukses ya sekarang”, pastilah ia melihat kawan lamanya turun dari mobil, kalau tidak melihat kawan lamanya turun dari mobil pastilah ia tahu tentang kabar yang beredar diantara kawan-kawannya yang lain bahwa kawan yang sedang bertemu dengannya itu penghasilannya banyak, punya mobil mewah, rumah mewah atau punya usaha yang pesat, pokoknya sesuatu yang berkaitkan dengan materi. Itulah pengertian sukses secara mainstream. Setuju atau tidak setuju, mengelak ataupun tidak, seperti itulah adanya. Kalau ada seorang kepala sekolah, guru, dosen, profesor, dekan, rektor, motivator, ustad memotivasi anak-anak didiknya tentang kesuksekan pasti mereka akan menceritakan kisah-kisah perjuangan dalam mencapai kemapanan secara individu. Ada yang menceritakan berasal dari keluarga miskin, dengan perjuangan keras akhirnya bisa berhasil di sana-sini, usaha berkembang pesat, bisa beli ini-itu dan lain-lain. Ada yang memberikan tips-tips

Makna Baru

Semenjak masa kecil, seseorang telah mengenal kelas. Sewaktu masih TK ada kelas nol kecil dan nol besar. SD ada kelas1-6, SMP 7-9, SMA 10-12. Di dalam kelas itu sendiri dibangun kelas lagi, antara yang dikatakan sebagai anak pintar dan anak kurang pintar (secara halus). Sistem yang dibangun tersebut bukan berarti tidak menimbulkan dampak apa-apa. Sistem tersebut membutakan manusia yang dicekoki dengan sistem kelas semenjak TK-SMA, akhirnya manusia terpaksa melakukan pembenaran terhadap sistem kelas. Keburukan yang ditampakkan secara terus-menerus akan diyakini sebagai kebenaran. Dari sistem kelas itu muncul sesuatu yang bersifat intimidatif, senior mengintimidasi junior, guru memihak kepada yang dianggap pintar secara kognitif, dll. Pada akhirnya sistem kelas tersebut termanifestasi pada kehidupan sosial dan dianggap sebagai sesuatu yang benar. Terlepas dari apakah cara tersebut direncanakan oleh kelompok tertentu atau tidak, model sekolah seperti ini telah membutakan dan meredam pem