Setiap pagi, mereka melakukan perjalanan menuju ke sebuah tempat yang menjadi tautan harapan masa depan. Ada yang diantar orang tua, naik kendaraan umum, jalan kaki ataupun mengayuh sepeda. Mereka melakukannya dengan penuh semangat. “Dari sinilah aku merajut masa depanku”, itulah isyarat yang terbaca dari senyuman-senyuman mereka. Mereka melewati hari-harinya dengan penuh keceriaan. Tapi para pemelihara negeri (hanya kelihatannya) tak kunjung sadar akan semangat-semangat itu. Mereka terus mencekoki para pemilik semangat otentik itu dengan doktrin-doktrin kebodohan, membutakan mata dengan paham-paham kebendaan dan menumpulkan hati dengan pundi-pundi keserakahan. Sampai akhirnya semangat yang otentik itu memudar, sedikit demi sedikit. Mereka menghapus rangkaian kata-kata yang dirajut sendiri oleh para pemilik semangat otentik itu dan menggantinya dengan kata-kata baru. Satu, dua, tiga, empat dst, para pemilik semangat otentik mulai hilang. Para pemilik semangat itu tidak sadar bahwa diri
Memungut butiran-butiran mutiara hikmah kehidupan