Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari Juni, 2016

Jualan

Jualan, jualan, jualan. Hanya itu yang sekarang tertanam di benak manusia. Di tengah pemaksaan, pencekokan ekspektasi pemenuhan materi yang tinggi, ternyata orang tidak bisa memikirkan apa-apa lagi selain jualan. Ketika materi sudah terpenuhi, kalau bisa tidak hanya sekedar terpenuhi tetapi sisa banyak supaya bisa dipamerkan kepada orang lain, maka hidup akan menjadi lebih hidup.   Jualan tidak hanya sekedar berjualan barang-barang yang memang seharusnya dijual, tetapi sesuatu yang dianugerahkan Tuhan kepada manusia pun dijual. Akal, derajat, kehormatan, dijual sampai habis. Sehingga tak tersisa satupun unsur-unsur kemanusaiannya. Kalau semua sudah habis, orang akan mengemis-ngemis kepada Tuhan untuk mengembalikan status kemanusiaannya. Kalau tidak, dia akan mencari teman yang juga mau menjual habis status kemanusiaannya, jadi dia tidak menjadi satu-satunya orang yang menjual habis status kemanusiaannya. Kalau sudah seperti itu perlahan-lahan ia akan musnah secara menyakitkan, karen

Mengada-ada

Hidup itu sederhana, tetapi tidak sesederhana kesederhanaan itu sendiri. Mekanismenya rumit namun sederhana. Karena semakin rumit suatu hal maka akan semakin sederhana hal tersebut dan semakin sederhana suatu hal maka semakin rumit hal tersebut.   Terus menjalaninya titik pertitik sampai titik itu habis. Terkadang ada senang ataupun susah. Seperti itulah hidup. Itulah kenyataan tentang kehidupan. Yang harus kita lakukan hanyalah menerima semua yang terjadi jika peristiwa kehidupan yang kita alami bukan kuasa kita. Jika kejadian itu menyedihkan, diterima, begitu juga sebaliknya. Tidak ada yang salah dengan yang kita rasakan. Yang salah adalah ketika kita mengada-ada perasaan-perasaan yang seharusnya tidak ada. 

Mengejar Lampu Hijau

Ketika berkendara dan melewati jalan-jalan utama jalur transportasi kita akan menemui lampu lintas, masyarakat menyebutnya lampu bangjo, papan besi yang ditempel di tiang lampu menyebutnya lampu APILL (Alat Pemberi Isyarat Lalu Lintas). Setiap pengendara kendaraan apa saja mempunyai sikap yang berbeda-beda dalam menyikapi lampu tersebut. Ada yang tertib, ketika merah berhenti, orange pelan-pelan, hijau jalan. Ada yang tergesa-gesa cenderung tidak tertib, dari kejauhan timer lampu hijau tinggal tiga detik ngebut, lampu orange menyala semakin ngebut, lampu merah menyala semakin ngebut dan tak segan-segan untuk menerobosnya. Ada yang suka menerobos belok kiri padahal sudah ada tulisan “Belok kiri ikuti lampu APILL”. Ada juga yang berhenti ketika lampu merah menyala tetapi memenuhi lajur kiri padahal ada tulisan belok kiri jalan terus. Serta masih banyak berbagai penyikapan lagi.   Mungkin hanya di Indonesia saja yang ketika lampu merah sudah menyala tetapi tetap berani menerobos, padah

Pendidikan, Materialisme dan Kesejatian

Dengan masuknya seseorang ke sebuah lembaga pendidikan, seharusnya, minimal,   orang tersebut bisa belajar untuk mengerti tentang dirinya, apa kekurangan, apa kelebihannya, siapa jati dirinya. Tetapi, saat ini, hal tersebut menjadi sesuatu yang sangat sulit, tidak ada setitik pun kesempatan bagi seseorang yang masuk ke sebuah lembaga pendidikan untuk mengerti tentang dirinya, karena yang menjadi fokus pendidikan adalah mencetak manusia-manusia pekerja, yang diajarkan adalah bagaimana setelah lulus nanti dia bisa mencari uang. Selain itu, fokus pendidikan adalah bagaimana manusia bisa menerima pandangan-pandangan mainstream, terutama materialisme. Dimulai dengan bagaimana ia bisa bangga dengan nilai dan rangking yang bagus di sekolah. Bagaimana ketika jika besok sudah sukses (kaya raya) bisa mempunyai rumah bagus, mobil bagus, karena dengan kepemilikan materi diatas rata-rata seorang manusia bisa dihormati oleh manusia lain. Motivasi-motivasi seperti itulah sering digunakan oleh para gu

Generasi Mental Lembek

Lihatlah, bahwa generasi-generasi baru bangsa kita ini banyak yang tidak bermental pejuang. Pendidikan yang diselenggarakan oleh keluarga tidak pernah membolehkan seorang anak untuk masuk ke sebuah lembah penderitaan, terutama dari kalangan mapan. Dari pandangan itu pulalah muncul pandangan bahwa keluarga yang berhasil adalah keluarga yang berhasil menjaga supaya seorang anak jangan sampai menderita sampai si anak dalam keadaan mapan.   Dengan adanya pola pikir tersebut maka dengan mudah orang tua memfasilitasi kemewahan bagi anak. Tentu saja si anak yang belum terlalu pandai mengkategorikan prioritas serta mengimplementasikan kategorisasi tersebut akan sangat mudah terseret arus gengsi. Arus gengsi yang memicu nafsu kepemilikan untuk memiliki ini, itu (mungkin bukan hanya anak, tetapi dari kalangan orang tua pun banyak terseret arus itu). Artinya orang tua tidak memposisikan anak supaya belajar pengendalian nafsu melalui laku hidup prihatin , tetapi membiarkan anak terjebak untuk me

Pemuja Universitas

Dalam dunia mainstream, setiap orang menganggap seseorang yang berpendidikan tinggi pasti mempunyai hal lain yang lebih daripada seseorang yang pendidikannya tidak tinggi. Baik itu dari segi akal (dalam hal ini kepandaian atau kepintaran). Atau dari segi hati (dalam hal ini akhlak). Kalau dilihat secara saklek (kaku), memang seharusnya seperti itu. Namun dalam hidup itu tidak bisa memandang sesuatu secara saklek, karena dalam hidup terdapat banyak sekali kemungkinan yang kita sendiri tidak pernah tahu secara pasti kemungkinan mana yang akan menjadi kenyataan. Setiap kebenaran dalam hidup itu relatif. Biasanya para pemuja universitas itu, kalau dari kalangan orang-orang tua yang sudah pernah kuliah tetapi setelah lulus tidak terlalu akrab dengan dunia akademis, akan menceritakan masa kuliahnya sebagai sebuah tonggak sejarah hidup untuk menuju hidup yang lebih baik. Hidup yang lebih baik ini bukan baik pada arti sebenarnya, tetapi baik dalam arti kepemilikan materi yang lebih. 

Tobat Sambel (Kan ...)

Allah memberikan sebuah informasi yang boleh dipahami secara pragmatis, boleh tidak, berkaitan dengan pahala, dosa, surga, neraka. Maksud dari boleh dipahami secara pragmatis adalah orang boleh memahami pahala, dosa, surga, neraka dengan sudut pandang untung-rugi seperti jual beli, sepanjang hidup. Di sisi lain, boleh juga memahaminya dengan sudut pandang untung rugi tidak pada sepanjang hidup, tetapi menempatkannya sebagai semacam pintu masuk untuk memahami secara lebih mendalam. Manusia diciptakan dengan sebuah sistem pertumbuhan dan perkembangan. Sistem pertumbuhan mulai sejak bertemunya sel telur dan sperma sampai tiada secara jasad. Perkembangan adalah sistem yang berhubungan dengan naluri belajar manusia. Pada fase tertentu dalam sistem pertumbuhan Allah meng-on-kan suatu naluri belajar manusia, sehingga ada masa balita, anak-anak, remaja, dewasa. Dari yang awalnya hanya bisa berjalan sempoyongan sampai bisa memecahkan masalah yang tingkat kesulitannya tinggi. Ibara