Langsung ke konten utama

Sinau Pasrah (Perenungan Idul Fitri 6)

Pasrah adalah sesuatu yang secara sekilas terlihat sepele. Dianggapnya pasrah itu sama dengan tidak melakukan apa-apa. Sama dengan putus asa. Pasarah sangat berbeda sekali dengan itu semua.

Pasrah merupakan kunci utama perhubungan antara manusia dengan Allah. Pasrah kepada Allah adalah menyerah total kepada Allah. Mengikuti apapun saja yang menjadi kehendaknya atas diciptakannya diri kita. Untuk mengetahui apa yang menjadi maunya Allah atas diciptakannya diri kita adalah mendekat kepada-Nya.

Allah itu sudah melimpahkan berbagai kenikmatan kepada manusia. Juga kepercayaan yang penuh kepada manusia, sehingga manusia diberi akal. Tidak ada makhluk lain yang diberi anugerah berupa akal selain manusia.

Dalam perhubungannya dengan Allah manusialah yang bermasalah. Permasalahan yang terkesan sombong tetapi agak menggelikan. Seringkali manusia yang tidak percaya kepada Allah. Sombong, karena makhluk yang tidak ada sebesar proton apabila dibandingkan dengan Allah ini kok bisa-bisanya meragukan Allah. Apalagi kalau bukan sombong namanya. Menggelikan, karena aneh saja masa makhluk yang lemah dan sangat terbatas kemampuannya ini bisa-bisanya lho menyombongi Sang Pencipta, Sang Maha Segala. 

Mungkin Allah sendiri ya ketawa-ketawa saja melihat kelakuan manusia ini. Karena mau manusia sombong, mau tidak sombong ya sama saja bagi Allah. Tidak menyebabkan apa-apa. Tidak memberikan laba apa-apa. Apalagi rugi.

Sudah jelas, karena air mematuhi aturan Allah tentang gravitas membuat air bisa meresap ke dalam tanah, membuat air bisa mengalir ke tempat yang lebih rendah. Sehingga distribusi air menjadi lancar, bisa bermanfaat bagi banyak makhluk. Sudah jelas, karena seluruh organ tubuh mematuhi aturan-Nya pencernaan menjadi lancar, peredaran darah lancar, saluran pernafasan lancar.

Itu semua adalah contoh kepasrahan kepada Allah. Manusia ini memang aneh. Sudah jelas-jelas ada contohnya yang nyata tetapi tetap saja tidak mau kalau pasrah kepada Allah. Dikiranya kalau besok pagi bisa makan karena usahanya bukan karena anugerah-Nya. Dikiranya, kalau ia menjadi orang pandai karena jerih payahnya bukan karena hidayah-Nya. Oalah, manusia oh manusia. Aneh. Pasrah itu enak, kok tetap saja ngeyel.

Komentar