Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari 2016

"Adzanmu Kui Mung Lamise Lambemu"

Saat ini pengakuan sebagai manusia adalah ketika seseorang mempunyai materi yang melimpah ruah. Di masyarakat, sering kita mendengar nasehat orang-orang tua, mugo-mugo kowe sesuk dadi uwong yo le, semoga kamu besok menjadi orang ya nak. Maksud menjadi orang adalah sukses secara materi. Manusia yang belum bisa mencapai sukses secara materi dianggap belum manusia. Tanpa terasa cara pandang tersebut begitu melekat dalam kehidupan sehingga sulit kita mengelak dari cara pandang itu. Walaupun kita tahu dan paham bahwa materi bukanlah substansi. Materi hanya sekedar alat bantu. Bahkan tubuh yang langsung dikasih oleh Tuhan saja hanya sebatas alat kehadiran.   Melekatnya cara pandang tersebut membuat apa saja mengarah kepada sesuatu yang bersifat materialistis. Sesuatu yang mempersulit hidup manusia itu sendiri. Tetapi dianggap mempermudah kehidupan manusia. Kita ambil contoh tentang menikah. Dulu sebelum generasi milenia ketika seseorang usianya dipandang cukup untuk menikah me

Rakyat dan Anak-anakya

Jika kita keluar rumah kemudian berjalan-jalan di wilayah pedusunan, pedesaan atau perkampungan akan terlihat bahwa keadaan begitu damai, aman tidak terjadi apa-apa. Manusia melakukan rutinitas sehari-hari dengan lancar. Orang berjualan laku keras. Orang di sawah bertani dengan semangat. Pengangguran pun dengan bahagia melewati hari-harinya dengan canda tawa.   Jika kita berdiam diri kemudian berjalan-jalan ke jalur-jalur informasi apakah itu melalui media tv, radio atau handphone, laptop dan komputer yang tersambung ke internet kita akan menemui hiruk pikuk yang membuat pikiran, jiwa lelah, marah, suntuk. Masalah-masalah terjadi dimana-mana. Di wilayah yang tidak dekat dengan wilayah kita, namun masih satu negeri dengan kita terjadi perendahan kemanusiaan yang begitu rendah.   Dalam benak rakyat, kedua keadaan tersebut campur aduk sedemikian rupa. Kenyataan sehari-hari yang dialami, juga hiruk pikuk yang silang sengkarut tidak karuan. Di hati kecil rakyat rasa memiliki antar manus

Peradaban Kok Tidak Beradab (Bagian 3)

Hancurnya Peradaban Fenomena ini berarti sebuah pertanda bahwa manusia yang awalnya beradab perlahan-lahan ingin menghancurkan peradabannya sendiri. Atau ingin tetap merasa beradab dan mengatakan kehidupannya sebagai peradaban tetapi membuat kesepakatan arti baru dari peradaban tersebut yang sifatnya materi sentris. Gedung-gedung tinggi, alat transportsi canggih dan mewah, alat komunikas canggih dan mewah, rumah mewah. Segala hal yang bersifat wah bagi ukuran panca indera itulah yang sedang disepakati sebagai peradaban.   Kesepakatan baru tersebut mengarahkan manusia kepada perilaku-perilaku yang bertentangan dengan nilai-nilai yang sejalan dengan hukum-hukum Tuhan dan bersifat selamanya. Selama gedung-gedung itu terlihat bersih, rumah-rumah masih bagus catnya, infrastruktur masih berfungsi dengan baik maka kemunafikan-kemunafikan masih tetap sah. Penistaan-penistaan terhadap kemanusia masih sah. Perendahan derajat manusia masih sah. Penghilangan martabat manusia masih sah.  

Peradaban Kok Tidak Beradab (Bagian 2)

Pembelokan Peradaban   Masa-masa sekarang adalah masa dimana manusia seperti orang yang dilepaskan di sebuah jalan yang belum pernah dilalui. Di jalan tersebut tak ada orang dan tak ada satupun petunjuk arah. Ia hanya mencoba-coba melalui jalan itu. Ketika ada persimpangan ia mencoba saja lewat persimpangan yang ini, atau persimpangan yang itu. Jika sudah berjalan jauh dan ternyata salah jalan ia kembali lagi mencoba persimpangan yang lain. Selain itu, ia sendiri tidak tahu tujuan yang akan dituju setelah melewati jalan tersebut.   Manusia semakin mengalami keterputusan hubungan dengan dirinya sendiri. Naluri dalam dirinya yang berkaitan dengan hukum-hukum yang dibuat oleh Tuhan tidak bisa ia gunakan. Kelihatannya manusia lebih banyak yang mementingkan dirinya sendiri, tetapi kelihatannya juga yang dimaksud dengan kepentingan diri sendiri itupun salah. Diri yang mana. Jangan-jangan yang dituruti bukan dirinya. Jangan-jangan yang dimaksud dengan dirinya adalah sesuatu yang di luar d

Peradaban Kok Tidak Beradab (Bagian 1)

Peradaban berasal dari kata adab. Adab adalah suatu tata cara mengekspresikan kerendahhatian. Produk budaya yang memberikan maslahat kepada banyak pihak. Adab makan-minum, adab kepada orang tua, adab kepada guru, adab kepada masyarakat, adab kepada pemimpin, adab kepada Tuhan. Semua itu berisi kesepakatan-kesepakatan antar manusia satu dan manusia lain dengan tujuan untuk saling menghormati, saling memberikan manfaat satu sama lain. Pada posisi tersebut manusia menanggalkan ego-egonya, kepentingan-kepentingan pribadinya. Adanya kesepakatan-kesepakatan itu membuat kehidupan manusia berlangsung aman, damai, dan tenteram.   Adab sebagai asal kata peradaban seharusnya mempunyai makna yang mirip dengan peradaban walaupun berbeda lingkupnya. Adab lebih khusus ke individu ataupun masyarakat tertentu sedangkan peradaban lebih cenderung kepada manusia secara umum. Akar kata tersebut dapat memberikan pengertian bahwa suatu peradaban itu berisi manusia-manusia yang beradab. Awal Peradaban

Jadi Diri Sendiri sesuai Kehendak Tuhan

Langkah perjuangan bangsa di negeri ini menjadi begitu tersendat. Pertama, karena jenis penindasannya begitu samar. Mulai dari peta ekonomi, politik, sosial, budaya, hukum semua disetting sedemikian rupa supaya terkondisikan langkah-langkah penindasan terselubungnya. Seperti tidak ada serangan tetapi tiba-tiba saja tangan tergores pedang musuh.   Kedua, karena penumpulan cara pandang. Tolok ukur dari segala jenis keberhasilan adalah materialisme. Apabila wilayah materi sudah tercukupi dengan indikasi organ-organ fisik telah terpuaskan dengan berbagai macam cara maka seseorang akan menjadi tidak kritis lagi. Kemudian, bagi yang wilayah materi belum tercukupi diyakinkan bahwa tujuan hidup itu materi. Sehingga tidak sempat lagi ia mengkritisi sesuatu karena dirinya fokus pada pemenuha n materi. Anak-anak sampai orang tua dicekoki dengan fasilitas hedonis. Perlahan-lahan sisi kritis semakin tumpul.   Ketiga, trauma sejarah. Bangsa ini mempunyai sejarah perjuangan, perubahan. Kemerdek