Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari Mei, 2017

Agresif Sampai Akhir Hayat (Ramadlan 5)

Suasana kondusif (bukan lemas) di siang hari ketika bulan Ramadlan sangat terasa. Aktivitas berjalan seperti biasanya. Orang-orang memperlihatkan bahwa kegitatan yang berhubungan dengan keduniaan, mengejar materi, kemewahan tidak perlu dijalani melebihi batas kewajaran. Istilah Jawanya sak madya wae .   Mungkin hal tersebut ada hubungannya dengan jumlah konsumsi makanan yang dimakan oleh seseorang. Dan menurut saya hal tersebut bukanlah suatu peristiwa perihal kejasmaian saja. Maksudnya, karena makan sedikit kurang tenaga sehingga orang jadi lemas. Bukan seperti itu, tetapi peristiwa psikologis. Makan dalam jumah yang tak terbatas mempengaruhi psikologi seseorang, apakah ia menjadi agresif dalam urusan tertentu atau malah sebaliknya pasif dalam urusan tertentu. Bisa dicek dalam sejarah, orang-orang yang berpengaruh dalam sejarah kebanyakan orang-orang yang lebih sedikit makan. Sehingga pengertian banyak makan banyak tenaga saya kira kurang sesuai dengan kenyataan yang ada.   Makan

Ramadlan Tidak Biasa ? (Ramadlan 4)

Saya tidak tahu, di pikiran banyak orang, kalau bulan Ramadlan disikapi dengan tidak biasa itu posisinya seperti apa. Seperti kendaraan baru yang tidak bosan-bosannya dibersihkan pemiliknya, seperti makanan kesukaan yang selalu dibeli secara berkala, seperti rumah mewah yang tidak tega kalau terlihat kotor, atau seperti pusaka yang membuat pemiliknya menjadi lebih kuat dimensi spiritualnya. Kalau seperti kendaraan baru yang selalu dibersihkan sampai kapan manusia bosan membersihkannya. Berapa waktu yang dibutuhkan untuk tidak bosan dengan keadaan kendaraan yang baru. Kalau sudah sedikit lecet apakah si pemilik tetap setia untuk konsisten mengelus-elusnya dengan cukup sering. Kalau seperti makanan kesukaan yang selalu dibeli secara berkala berarti hanya pada waktu tertentu saja ia makan-makanan tersebut. Karena ketika makan-makanan lain perasaannya beda dengan ketika makan, makanan tersebut. Kalaupun jaraknya dipersering sampai titik mana seseorang akan bosan dengan makanan terseb

Ramadlan Batu (Ramadlan 3)

Puasa Ramadlan itu yang menyuruh Allah langsung. Di negeri ini sudah terbukti. Kalau bukan karen Allah langsung, tidak akan pernah ada, tidak akan pernah bisa nuansa Ramadlan begitu serempak terasa di seluruh penjuru negeri. Siang, malam, begitu terasa berbeda nuansanya.   Namun, sayangnya keadaan itu masih dianggap sama dengan batu. Ada batu warna coklat, hitam, ungu, biru. Sehingga Ramadlan ya Ramadlan, Syawal ya Syawal. Melakukan kebaikan ya pas Ramadlan saja. Di luar itu bebas lagi. Tidak berbohong, tidak mencuri, tidak berzina hanya ketika Ramadlan saja. Selain bulan Ramadlan bebas.   Padahal, tidak ada apapun saja di dunia ini yang tidak komprehensif. Apakah itu dipahami sebagai lapisan atau dipahami sebagai lingkaran ataukah dipahami bulatan. Semua saling berhubungan satu sama lain. Kepala disebut kepala karena ada organ-organ tubuh yang lain. Kaki disebut kaki juga karena ada organ tubuh yang lain. Masing-masing ada warnanya, bentuknya, fungsinya sendiri tetapi tetap saja t

Padatan Ramadlan (Ramadlan 2)

Salah satu kebiasaan mayoritas manusia di zaman ini adalah memadatkan sesuatu secara sembarangan. Laki-laki dan perempuan hanya dipadatkan sebagai kelamin saja. Tidak dimaknai sebagai fungsi-fungsi sosial. Bagaimana fungsi sosial yang bersifat laki-laki, seperti keteguhan prinsip, ketegasan dalam mengambil keputusan. Bagaimana fungsi sosial yang bersifat perempuan, seperti menyayangi satu sama lain, bersikap lemah lembut kepada orang lain.   Kurang dewasanya dalam memadat-madatkan sesuatu itu berujung kepada wilayah hati yang padat juga. Wilayah hati yang terhubung langsung dengan pemuasan-pemuasan fisik, yaitu syahwat. Karena manusia yang berkodrat laki-laki hanya menempatkan dirinya sebagai laki-laki dalam artian kelamin akhirnya dia menempatkan diri sebagai obyek seksual bagi seorang perempuan. Begitu juga perempuan, karena menganggap dirinya hanya terbatas pada kelamin ia menempatkan diri sebagai obyek seksual. Selanjutnya laki-laki menganggap perempuan sebagai obyek seksual, be

Anut Grubyuk Ramadlan (Ramadlan 1)

Anut grubyuk, elu-elu , ikut-ikutan adalah penyakit latah yang menghinggapi banyak manusia. Tak terkecuali di bulan Ramadlan. Karena yang sedang populer adalah materialisme, yang prosesnya melalui kapitalisme maka Ramadlan harus berbau materialisme, kapitalisme. Maka tidak heran kalau di bulan Ramadlan tidak ada pasar Ramadlan bukan bulan Ramadlan namanya. Kalau di bulan Ramadlan tidak ada peristiwa belanja kuliner berlebihan yang seringkali diwujudkan dengan buka bersama bukan bulan Ramadlan namanya. Bulan Ramadlan adalah momentum yang sangat tepat bagi para kapitalis meraup keuntungan yang luar biasa besar. Sehingga dengan cepat mereka mengondisikan suasana hingar bingar Ramadlan berbau materialis tetapi tetap dianggap biasa-biasa saja.   Dan jelas-jelas hal tersebut bertolak belakang dengan prinsip puasa itu sendiri. Perilaku puasa dalam syari’t adalah sebuah pintu masuk untuk puasa yang lebih luas. Perilaku menahan diri yang tidak pernah selesai selama hidup. Karena memang